Dua wajah tampak muncul di halaman
universitas itu, di antara puluhan mahasiswa dan mahasiswi yang siap menyambut
hari itu dengan celoteh dosen dan juga canda tawa teman mereka. Bintha salah
satu pemilik wajah itu tercatat sebagai mahasiswi fakultas Hukum di universitas
itu. Begitu pun Sahrani gadis yang berada di sebelah Bintha. Mereka sudah
bersahabat sejak SD, jadi bisa dibilang mereka seperti saudara. Dimana ada
Bintha di situlah ada Sahrani, begitulah teman mereka berkomentar.
Setelah memeras otaknya untuk
mendengarkan teori-teori dan pasal-pasalnya dari pak dosen, mereka bergegas ke
kantin untuk mengembalikan tenaga. Segera saja mereka melahap bakso dan es teh
yang baru saja dihidangkan. Saat sedang asyik-asyiknya menghadapi baksonya,
tiba-tiba ada dua cowok menghampiri mereka.
“Boleh kita duduk disini?” tanya
salah satu cowok itu.
“Oh, boleh. Silahkan, toh tempat itu
bukan milik kita. Iya nggak?” Cerocos Sahrani sambil menyenggol lengan Bintha,
tapi yang disenggol cuma tersenyum.
“Hmm..lama banget sih sotonya.” Keluh
cowok itu lagi.
Dipikiran Bintha sudah muncul
pertanyaan. Namun, belum sempat mencernanya cowok itu berucap lagi sambil
mengulurkan tangan “Oh, ya kenalkan nama saya Leo dan ini Reza.” Yang memiliki
nama Reza juga mengulurkan tangannya.
“Saya Bintha dan ini Sahrani.” Mereka
secara bergantian berkenalan.
Ternyata Leo orangnya asik diajak
ngobrol sedangkan Reza memilih untuk diam. Memang sih, dia juga ngomong tapi cuma
ya, oh itu, betul, plus senyum.
Hari demi hari hubungan mereka
semakin baik. Perasaan Bintha juga tak menentu kepada Leo, Bintha merasa Leo
punya banyak kelebihan yang membuat yang membuat Bintha selalu ingin didekat
Leo dan kelihatannya hal itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh
Sahrani. Namun, mereka tidak saling mengetahui satu sama lain.
Semua berjalan seperti biasa, sampai
suatu siang saat Bintha berjalan ke perpustakaan yang lokasinya berbeda gedung, tiba-tiba ada yang menarik tangannya.
“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”
Ucap cowok itu yang tak lain adalah Leo
Jantung Bintha mau copot rasanya tapi
dia berusaha tenang dan berkata “apa?”
“Nggak bisa disini.” Leo celingukan
“Di cafe tea saja.” Ucap Leo yang
kelihatan tergesa-gesa sebari menarik tangan Bintha
Sesampainya di cafe tea mereka duduk
dan memesan dua gelas lemon tea. Bintha memulai pembicaraan “Em, sekarang apa
yang mau kamu omongin?”
“Em,gimana ya, aku bingung
ngomongnya.” Leo terlihat gelisah
“Oke kamu minum dulu, baru kamu
ngomong.” Saran Bintha yang bertambah penasaran dengan Leo.
Cowok itu menuruti saran temannya
itu, lalu berkata “Bin, kamu kan sahabatan dengan Sahrani sejak dulu, tentu
kamu lebih kenal dia.”
Bintha mengangguk
“Em,Bin..selama ini aku aku sayang
banget sama orang, ya bisa dibilang jatuh cinta begitu.” Wajah Leo tampak
begitu serius.
Bintha semakin bingung dengan
munculnya berbagai pertanyaan dibenaknya dan Leo pun meneruskan kalimatnya “Dan
dia adalah...”
“Siapa?” Kata itu terlontar begitu
saja dari mulut Bintha
“Sahrani”
Duer, rasanya Bintha seperti disambar
petir di siang bolong yang membuat hatinya hancur berkeping-keping. Air mata
Binta berdesakan ingin keluar tapi dengan segenap tenaga Bintha menahannya dan
berkata “lalu?” Suaranya hampir tak terdengar.
“Malam ini kami ada janji mau nonton
dan rencananya aku mau ngungkapin isi hatiku.”
Dengan perasaan hancur Bintha
terpaksa membuka mulutnya.
“Bagus, so apa hubungannya dengan
aku?”
“Selama ini aku ngerasa kamu sudah
baik banget sama aku, aku berharap kita bisa jadi sahabat baik. Jadi aku mau
minta pendapat kamu.” Ucap Leo tanpa melepas pandangannya dari Bintha.
“Pendapatku em, sepertinya Sahrani
juga sama kayak yang kamu rasain. Jadi ya aku akan dukung 100% hubungan
kalian.” Suara Bintha terdengar bergetar.
“Makasih Bintha, kamu memang baik
banget.” Ucap Leo kemudian
“Eh Bin, pulang yuk udah sore nih.”
Ajak Leo
“Oke.” Jawab Bintha mantap
Leo mengantar Bintha sampai depan
rumah.
“Enggak mampir dulu?” Bintha sudah bisa
mengendalikan perasaannya
“Enggak lain kali saja, sudah sore
nih !” Kata Leo sambil berjalan menuju motor kesayangannya.
“Eh, Bin jangan sia-siakan kebaikan Reza
ya..” Ucap Leo lagi saat menaiki motornya.
Leo segera melajukan motornya setelah
meluncurkan kata itu, sebelum Bintha melontarkan pertanyaan.
Semalam Bintha menumpahkan
kesedihannya kepada teddy bearnya dengan kata-kata Leo tadi.
“Reza memang misterius dia agak
pendiam jadi terkesan angkuh, tapi bila sudah kenal dia baik banget, tampangnya
pun nggak kalah dengan Leo.” Pikiran itu muncul tiba-tiba di otak Bintha.
“Kok aku jadi mikirin Reza sih! Apa
mungkin karena ucapan Leo.” Bintha ngomong sendirian
“Auah pusing!” Bintha merebahkan
tubuhnya dan berusaha menutup matanya.
Hari-hari berlalu seperti biasa.
Sekarang Bintha jadi lebih dekat dengan Reza. Mungkin karena Sahrani dan Leo
lebih sering berduaan meski kadang mereka berjalan berempat. Sepertinya Bintha
mulai jatuh hati pada Reza.
Sore itu Bintha sedang menikmati
perjalanan pulangnya dengan jalan kaki. Tiba-tiba ada seseorang yang menarik
tangannya dan terus berjalan.
“Reza, kita mau kemana?” tanya Bintha
kepada cowok itu. Namun yang ditanya terus berjalan dan menggenggam tangan
Bintha. Yang membuat tangan Bintha terasa seperti terbakar. Mereka sampai di
cafe tea. Reza pun mengajak Bintha duduk.Reza memesan dua gelas lemon tea.
Dengan perasaan kesal Bintha memulai
pembicaraan “apa sih mau kamu?”
“Aku mau ngomong sesuatu.” Jawab Reza
singkat
“Ngomong ya ngomong tapi nggak gini
juga kan caranya.” Ucap Bintha yang tak mau kalah
“Maaf.” Kata itu terlontar begitu
tenang
Reza langsung bergegas menuju caffe yang berada tidak jauh dari kampusnya sembari menggandeng tangan Bintha.
Suasana menjadi hening sesaat, dan seorang pelayan mengantarkan dua gelas lemon tea “silakan” ucap pelayan itu dan meninggalkannya.
“Aku mau ngomong tapi aku harap kamu
nggak marah lagi.” Reza mamulai pembicaraan.
“Baiklah.” Bintha mengalah
“Aku mau jujur sama kamu, aku sayang
kamu.” Kata itu keluar dengan mulus
Untuk kedua kalinya Bintha merasa
disambar petir di siang bolong ditempat yang sama dan di kursi yang sama pula.
Namun saat ini perasaan Bintha jadi berbunga-bunga tidak seperti saat itu.
“Aku ingin kamu jawab jujur sesuai
dengan kata hatimu.” Reza meneruskan kalimatnya.
Bintha terdiam, berusaha memikirkan
apa saja yang bisa dipikirkan meski sejak tadi ia tahu bahwa perasaannya
mengatakan ia juga mencintai Reza.
“Ya.” Jawab Bintha singkat
“Ya apa?” tanya Reza dengan penasaran
“Ya aku juga sayang kamu.” Ucap
Bintha dengan wajah memerah
“Jadi kamu mau jadi pacar aku?”
Senyum terpampang di wajah Reza.
Bintha mengangguk dan sejak saat itu
kebahagiaan menghampiri Bintha dengan kehadiran Reza disamping Bintha.
*TAMAT*
No comments:
Post a Comment